Thursday, 17 January 2019

Konsep Continous Improvement dalam Islam

Innalhamdalillahi nahmaduhu wanasta’iinuhu wanastaghfiruhu Wana’udzubiillah minsyurruri ‘anfusinaa waminsayyi’ati ‘amaalinnaa Manyahdihillah falah mudhillalah Wa man yudhlil falaa haadiyalah Wa asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.

[Segala puji bagi Allah yang hanya kepadaNya kami memuji, memohon pertolongan, dan mohon keampunan. Kami berlindung kepadaNya dari kekejian diri dan kejahatan amalan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan, dan barang siapa yang tersesat dari jalanNya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwa tiada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah saja, yang tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya]

Perkembangan ilmu manajemen sangat terkait dengan perkembangan peradaban manusia, Pada awal sebelum revolusi industri berkembang, belum banyak interaksi yang melibatkan berbagai resources yang mesti dikelola. Setelah revolusi industri berkembang (1750- 1850) dengan ditemukannya metode konversi dan distribusi sumber energi, memicu perkembangan industri yang ada.
Salah satu bidang yang berkembang adalah manajemen mutu dengan berbagai konsepnya. satu diantara konsep yang paling populer dalam manajemen mutu adalah continous improvement yang diartikan sebagai upaya perbaikan terus menerus melalui tahapan PDCA.

Ada hadits yang berkaitan dengan konsep ini yang telah ada 1440 tahun sebelumnya.

  مَنِ اسْتَوَى يَوْمَاهُ فَهُوَ مَغْبُونٌ ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُونٌ
 
 Barangsiapa yang dua harinya (hari ini dan kemarin) sama maka ia telah merugi, barangsiapa yang harinya lebih jelek dari hari sebelumnya, maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat”.

Jika ingin beruntung, jadilah orang yang hari ini lebih baik daripada kemarin. Inilah inti pesan ajaran Islam yang sesungguhnya, yaitu selalu mendorong umatnya untuk maju.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. [59]: 18)

Jadi, setiap muslim harus introspeksi terus apa yang telah diperbuatnya untuk masa depannya. "Hari esok" dalam ayat tersebut mengandung makna: hari esok yang dekat yaitu dunia, dan hari esok yang jauh yaitu akhirat. Karena yang paling dekat dengan manusia adalah maut dan yang paling jauh adalah masa lalu.

"Yang paling dekat adalah kematian. Yang paling jauh adalah masa lalu. Yang paling besar adalah hawa nafsu. Yang paling berat adalah memegang amanah. Yang paling ringan adalah meninggalkan sholat. Dan yang paling tajam adalah lisan manusia. -Imam Al Ghazali-" 

Misalnya, jika ada orang muslim yang ibadahnya hari ini lebih buruk daripada kemarin, ia adalah orang yang terlaknat. Demikian pula jika pengetahuan dan ilmunya tidak bertambah malah berkurang.

 (QS.[94] : 7) : Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

 Penjelasan:
  1. Waktu adalah pedang, maka barang siapa tidak bisa menggunakan dengan baik ia akan dilibas masa depannya. Untuk itu setiap kita selesai melakukan suatu urusan atau pekerjaan segeralah menuju ke urusan dan pekerjaan berikutnya.
  2. Bersungguh-sungguhlah, maka kita akan bisa mendapatkan atau mewujudkan sesuatu yang diharapkan dan dicita-citakan. Kesungguhan merupakan power (kekuatan) yang dahsyat dalam menangani suatu urusan atau pekerjaan.
  3. Niat yang tulus dan kuat juga bagian dari penyempurna suatu usaha (ikhtiar) dalam segala urusan dan pekerjaan. Apa yang kita niatkan itulah yang akan kita dapatkan, tentu niat yang kuat yang tidak patah semangat sebelum semua yang dicita-citakan tercapai.
 Dalam hubungannya  dengan konsep " saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran" continous improvement ini harus di kendalikan (PDCA), untuk itu ada proses audit untuk menilai kesesuaain rencana dengan capaian. Untuk itu seorang auditor/sessor  juga seharusnya mengedepankan prinsip berprasangka baik.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa……” (QS. Al Hujurat: 12)



No comments:

Post a Comment