DASAR HUKUM PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Terdapat dua pandangan dalam melihat hukum memperingati Maulid nabi Muhammad SAW. Pendapat pertama berseberangan dengan penyelenggaraan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa ini adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Mereka beralasan bahwa tidak ada dalam teks alquran maupun hadits yang menganjurkan untuk melaksanakan peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. “Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan agama kami, yang tidak ada dasar hukumnya, maka ia tertolak” . Perwakilan kelompok ini berasal dari ulama besar berhaluan malikiah, Syekh Tajudiin Al-Iskandari yang menyatakan bahwa perbuatan untuk merayakan peringatan maulid Nabi adalah bid'ah mazmumah, menyesatkan. Dan ini diabadikan beliau dalam tulisannya yang berjudul Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid. Sebagian berpendapat bahwa perayaan maulid yang dilakukan ini hanya mencontoh prilaku masyarakat zaman dahulu sebelum datangnya islam seperti yang tertera dalam kutipan berikut “Dahulu Raja-Raja Mesir (yang bergelar Fir'aun) dan orang-orang Yunani mengadakan perayaan untuk Tuhan-Tuhan mereka, 1. Al-Adab Al-Yunaani Al-Qodim...oleh DR Ali Abdul Wahid Al-Wafi hal. 131. demikian pula dengan agama-agama mereka yang lain. Lalu perayaan-perayaan ini di warisi oleh orang-orang Kristen, di antara perayaan-perayaan yang penting bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih q, mereka menjadikannya hari raya dan hari libur serta bersenang-senang. Mereka menyalakan lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan hal-hal yang diharamkan. Kemudian sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada agama Islam ini, menjadikan hari kelahiran Nabi sebagai hari raya yang diperingati seperti orang-orang Kristen yang menjadikan hari kelahiran Isa al-Masih sebagai hari raya mereka. Maka orang-orang tersebut menyerupai orang-orang Kristen dalam perayaan dan peringatan maulid Nabi yang diadakan setiap tahun. Dari sinilah asal mula maulid Nabi sebagaimana yang dikatakan oleh as-Sakhawi : "Apabila orang-orang salib/kristen menjadikan hari kelahiran Nabi mereka sebagai hari raya maka orang Islam pun lebih dari itu" (at-Tibr al-Masbuuk Fii Dzaiissuluuk oleh as-Sakhawi) Inilah teks penyerupaan dengan orang-orang Kristen. Sesungguhnya perayaan maulid Nabi ini menyerupai orang-orang Kristen, padahal "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu" (HR. Abu Daud, Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul Gholil 5/109.) . Oleh karena itu Rasullullahpun sangat menghawatirkan kondisi ini, sebagaimana dalam sabdanya: "Sesungguhnya kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian sedikit demi sedikit sampai seandainya mereka masuk ke lubang biawak kalian juga akan mengikuti mereka." (HR. Bukhari dan Muslim) Sementara pendapat Kedua yang mendukung adanya peringatan maulid nabi adalah Ibnu Hajar Asqalani dan Imam As-Suyuthi Mereka beralasan ini adalah bid'ah mahmudah dan tidak bertentangan dengan syariat. Meskipun tidak pernah dilakukan oleh Rasullullah, sahabat maupun generasi tabi'in hingga generasi salaf berikutnya, namun perbuatan ini tidak bertentangan dengan islam. Sikap diamnya Rasullullah pada saat mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai rasa syukur atas selamatnya Nabi Musa dari kejaran fir'aun merupakan salah satu petunjuk adanya kebolehan dalam pelaksanaan peringatan Maulid Nabi SAW. Memperingati hari lahirnya rasullullah merupakan ungkapan rasa syukur kira sebagai umat islam atas lahirnya seorang utusan yang membawa rahmat untuk semesta alam dan ini dicontohkan rasullullah dengan cara berpuasa sunnah tiap hari senin. Salah seorang sahabat menanyakan hal ini, lantas jawab Rasullullah SAW : ”Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku” (HR. Muslim). Hadits ini merupakan salah satu dasar hukum dilaksanakannya peringatan maulid nabi Muhammad Saw. Dimana beliau sangat memuliakan dan mensyukuri akan kelahirannya dengan berpuasa. Pernyataan senang dan gembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan tuntunan Al-Qur’an. Allah SWT berfirman : “Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (Yunus:58). Kehadiran Nabi Muhammad SAW merupakan rahmat Allah SWT terbesar bagi kita dan semesta alam, sebagaimana Firman Allah SWT : “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya’:107). Selain pendapat di atas, mereka juga berargumentasi dengan dalil hadits “Shahih Bukhari” yang menceritakan bahwa siksaan Abu Lahab di neraka setiap hari Senin diringankan. Hal itu karena Abu Lahab ikut bergembira ketika mendengar kelahiran keponakannya, Nabi Muhammad SAW. Meski dia sediri tidak pernah mau mengakuinya sebagai Nabi. Bahkan ekspresi kegembiraannya diimplementasikan dengan cara membebaskan budaknya, Tsuwaibah, yang saat itu memberi kabar kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jika orang kafir saja beroleh manfaat dari kegembiraannya menyambut kelahiran Muhammad SAW, apalagi orang beriman.SAW. Ibnu Hajar telah menulis di dalam kitabnya, ‘Al-Durar al-Kamina fi ‘ayn al-Mi’at al-thamina’ bahwa Ibnu Kathir telah menulis sebuah kitab yang bertajuk maulid Nabi di penghujung hidupnya, Malam kelahiran Nabi SAW merupakan malam yang mulia, utama, dan malam yang diberkahi, malam yang suci, malam yang menggembirakan bagi kaum mukmin, malam yang bercahaya-cahaya, terang benderang dan bersinar-sinar dan malam yang tidak ternilai. Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak melaksanakan maulid, Dr Al Husaini mengatakan: “Apa yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi awal Islam, tidak otomatis menjadi bid’ah yang tidak boleh dikerjakan. Justru perlu dikembalikan kepada persoalan aslinya, yaitu sesuatu yang membawa mashlahat secara syar’i menjadi wajib hukumnya, sebaliknya sesuatu yang menjerumuskan kepada haram, maka hukumnya haram.” Menurut padangan Dr. Al Husaini jika memperingati maulid Nabi SAW membawa mashlahat secara syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji Rasul, memberi makan fakir-miskin, dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena membawa manfaat. Demikian dasar-dasar dianjurkannya melaksanakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Namun dalam pelaksanaannya hendaklah tetap dalam bingkai syar’i yaitu tetap memperhatikan etika islam seperti tidak bercampurnya antara pengunjung pria dan wanita, tidak adanya kemungkaran di dalamnya, tidak ada kegiatan syirik, tidak berlebihan seperti yang tidak di sukai rasullullah. Bila dalam pelaksanaannya dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang yang bertentangan dengan syari’at maka akan berlaku kaidah ushul “Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada meraih maslahat.” Wallahu’alam
Sumber:http://ceritaislamiana.blogspot.com/2012/01/dasar-hukum-peringatan-maulid-nabi.html
No comments:
Post a Comment